Nilai tukar rupiah kembali menguat 4 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis 8 Oktober 2020.
Dolar AS yang sedang lesu membuat rupiah mampu melanjutkan tren positif. Penguatan rupiah juga terjadi di tengah rusuh demo buruh di sekitaran Istana Negara, Kamis sore, menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,14% ke Rp 14.670/US$, tetapi tidak lama lansung balik melemah 0,11% ke Rp 14.706/US$.
Rupiah Tetap Kuat di Saat Demo
Setelahnya, rupiah kembali ke Rp 14.690/US$ sama persis dengan penutupan perdagangan kemarin. Di akhir perdagangan, rupiah mampu menguat tipis 0,03% di Rp 14.685/US$.
Penguatan mayoritas mata uang Asia menunjukkan dolar AS memang sedang lesu, sementara rupiah juga kurang bagus melihat penguatannya yang hanya 0,03%.
Dolar AS sedang lesu dalam 2 hari terakhir, tarik ulur pembahasan stimulus fiskal tidak bisa membantu kinerja the greenback. Dolar AS dalam situasi “maju kena, mundur kena” menghadapi stimulus fiskal.
Presiden AS, Donald Trump, pada Selasa waktu setempat meminta perundingan stimulus senilai US$ 2,2 triliun dihentikan hingga pemilihan presiden 3 November mendatang.
Terbaru, Presiden Trump berubah sikap terhadap stimulus fiskal, kini mendesak Kongres menyetujui program dukungan maskapai, dengan mengatakan bahwa uangnya bisa diambil dari sisa anggaran lebih dari stimulus paket 1 sebelumnya.
Mantan taipan properti itu juga mendesak Kongres menyetujui stimulus senilai US$ 1.200 untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi warga AS.
Berubahnya sikap Trump tersebut membuat sentimen pelaku pasar membaik, bursa saham AS melesat naik, dan dolar AS yang merupakan aset safe haven menjadi tidak menarik.
Selain itu, jika stimulus fiskal cair, maka jumlah uang yang beredar akan bertambah di perekonomian, nilai dolar AS pun akan melemah.
Hasil survei terbaru Reuters terbaru Reuters menunjukkan tidak lama lagi dolar AS akan memasuki periode pelemahan, setelah menguat di bulan September.
Reuters melakukan survei terhadap 75 analis valuta asing pada periode 28 September sampai 5 Oktober.
Sebanyak 54 dari 75 analis mengatakan penguatan dolar AS hanya akan berlangsung kurang dari 3 bulan, bahkan 13 diantaranya mengatakan penguatan the greenback sudah selesai.
Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Senin lalu disambut baik oleh pelaku pasar dalam dan luar negeri karena dianggap bisa memperbaiki iklim investasi di dalam negeri.
Saat iklim investasi membaik, maka aliran modal akan masuk ke dalam negeri, yang tentunya akan mendongkrak penguatan rupiah.
Namun, di sisi lain UU Cipta Kerja memicu penolakan yang masif. Buruh melakukan demo dan mogok kerja besar dalam 2 hari terakhir, dan masih akan berlanjut pada hari ini.
Aksi demo tersebut sebenarnya membebani rupiah kemarin hingga hari ini, apalagi terjadi kerusuhan di beberapa wilayah.
Bahkan kericuhan mulai pecah di sekitar Istana Negara. Massa yang merangsek maju di sekitar Harmoni, jakarta Pusat di balas dengan tembakan gas air mata untuk membubarkan massa.
“Sejujurnya, outlook (dolar AS) untuk 3 bulan ke depan atau lebih sangat buruk karena Pemilihan Umum di AS… tetapi dalam beberapa pekan ke depan dolar AS masih tertolong oleh ketidakpastian politik,” kata Kit Juckes, kepala strategi valuta asing di Societe Generale.